Wakapolri : Atlet Harus Ingat Pidato Presiden Soekarno di Asian Games 1962
Jakarta - Komandan Kontingen Indonesia (Chef de Mission) Indonesia di Asian Games 2018 Jakarta – Palembang, Komisaris Jenderal Polisi Syafruddin mengingatkan atlet Indonesia akan pidato saat Indonesia menjadi Tuan rumah Asian Games 1962 di Jakarta.
Menurut jenderal bintang tiga itu, Asian Games masih muda di tahun 1962. Waktu itu, Asian Games akan menggelar pesta untuk kali keempatnya.
“Indonesia juga masih memasuki usia ABG, 17 tahun. Tapi, Presiden Soekarno tak ingin Indonesia dianggap sebagai negara remaja yang galau. Dia bertekad menunjukkan Indonesia sebagai negara besar dan berdaulat,” kata Wakapolri.
Dia mengatakan, pemilihan tuan rumah Asian Games sudah dilakukan empat tahun sebelumnya, 1958. Masih terbelit masalah ekononomi, kesejahteraan masyarakat, minim fasilitas olahraga muncul menjadi pro dan kontra.
Lantas apa motivasi Presiden Soekarno di tengah kondisi Indonesia masih carut marut pasca perang kemerdekaan? Situasi di mana kondisi ekonomi, sosial, dan politik Indonesia belum stabil.
“Amien Rahayu dalam tesisnya yang berjudul ‘Pesta Olahraga Asia (Asian Games IV) Tahun 1962 di Jakarta: Motivasi dan Capaiannya’ menyebutkan, Asian Games 1962 menjadi alat Presiden Soekarno untuk mengangkat nama, harkat dan martabat, serta prestasi olahraga Indonesia di level internasional,” ujar mantan Kalemdiklat Polri itu.
Mengutip Presiden pertama Indonesia itu, Syafruddin mengatakan, Asian Games, menurut Presiden Soekarno, bisa dijadikan alat sebagai pembangunan karakter dan bangsa (Nation and Character Building Indonesia).
“Asian Games 1962 dijadikan alat untuk menyatukan bangsa. Masyarakat dilibatkan untuk turut menyukseskannya,” ujar mantan ajudan Wakil Presiden Jusuf Kalla itu.
Karena itu kata Syafruddin,Bung Karno pun menetapkan Keputusan Presiden No. 79 tahun 1961 yang isinya adalah semua kegiatan olahraga harus berada dalam satu pusat komando agar bisa dilakukan secara terpimpin, terkendali dan terencana. Oleh karena itu, seluruh rakyat diikutsertakan, seluruh dana dikerahkan sehingga menjadi satu gerakan massa olahraga.
Dia menuturkan, Asian Games juga digelar sebagai platform politik Bung Karno yang ingin menciptakan manusia Indonesia ang baru, yang artinya bisa punya posisi kuat dan tegak secara fisik dan mental.
“REVOLUSI keolahragaan kita adalah sebagian daripada nation building Indonesia, revolusi kita untuk membentuk MANUSIA BARU INDONESIA, antrapologis, rasial, adalah sebagian daripada nation building Indonesia. Pendek kata, Saudara, kita ini sekarang semuanja memikul tugas besar yang didalam satu perkataan dinamakan nation building,” Bung Karno menyerukan dalam suatu pidatonya.
Waktu itu, Indonesia memang belum mampu bersaing di kancah internasional pada bidang olahraga. Boleh dibilang hanya bulutangkis yang mampu menjadi cabang olahraga dengan prestasi menonjol di Tanah Air.
“Sebagai contoh, pada 1958 Indonesia menjadi juara Thomas Cup. Ketika itu timnas bulutangkis diperkuat Ferry Sonneville, Tan Joe Hoek, Eddy Yusuf, Tan King Gwan dan Nyoo Kim Bie. Kesuksesan itu berlanjut pada tahun 1961 dan 1964,” kata mantan Kapolda Kalimantan Selatan itu.
Sementara di cabang sepakbola, kata dia, Indonesia tak mampu bicara banyak. Timnas memang mampu menembus semifinal di Asian Games 1954 dan 1958, tapi Bung Karno ingin Indonesia menembus target tiga besar yang ketika itu dicanangkan PSSI era kepimpinan Maladi.
Faktanya, di akhir Asian Games, Indonesia memiliki ibukota yang modern. Selain itu, prestasi olahraga Indonesia juga terangkat.
Mampukah Asian Games 2018 mengusung semangat yang sama?
Syafruddin menjawab : “Insha Allah. Kerja keras. Dan mari kita suppor altet-atlet Indonesia. Doa rakyat Indonesia juga tak tak kalah pentingnya,” ujar jenderal kelahiran Ujung Pandang yang dikenal santun dan tegas ini.(*)
from Bhayangkara Tanjungpinang http://ift.tt/2n6glpl
via IFTTT
Komentar
Posting Komentar